FENOMENA
MEDIA SOSIAL
Tingginya penggunaan telepon genggam ataupun
smartphone pada anak usia sekolah, secara tidak langsung meningkatkan pula
pemanfaatan media sosial dikalangan anak sekolah ini. Dengan menggunakan
telepon genggam atau smartphone yang mereka miliki, mereka dapat dengan mudah
mengakses aplikasi media sosial yang mereka miliki. Buktinya dalam hal jumlah
pengguna facebook saja, per desember 2013 menurut socialbaker, Indonesia
menduduki peringkat keempat dibawah Amerika, India dan Brazil.
Fenomena ini telah menjadi bahan penelitian oleh
banyak pihak dan menghasilkan beberapa kesimpulan. Dari beberapa penelitian
yang dilakukan terhadap fenomena media sosial ini, disebutkan bahwa alasan
mengapa remaja sangat menggemarinya yang pertama adalah dengan menggunakan
media sosial ini, mereka lebih mendapatkan perhatian dari masyarakat ataupun
mereka yang sebaya. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Pew Research Center
Study, Amerika Serikat, menghasilkan fakta bahwa sebagian remaja melakukan
aktifitas berbagi informasi melalui media sosial. Berbagi informasi ini menjadi
kunci mereka untuk mendapatkan perhatian bagi mereka sendiri. Sebagian dari
remaja juga mengeluhkan tentang aktifitas overposting di media sosial
ini. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa mereka juga menjadi salah satu
bagian dari aktifitas tersebut. Kedua adalah remaja cenderung lebih percaya
diri jika bergaul di media sosial daripada di kehidupan bermasyarakat yang
sebenarnya. Hal ini membuat anak-anak dan remaja tertutup dengan orang
disekitarnya dan lebih merasa aman jika melampiaskannya di media sosial. Disisi
lain sikap semacam ini memicu aktifitas meminta pendapat. Pendapat yang
diharapkan bukan saran langsung dari seseorang, melainkan saran melalui teman
di media sosial. Saran disini tidak hanya berupa komentar, namun kadang juga
hanya sekedar like pada postingan mereka di facebook atau sekedar retweet
pada twitter. Dengan banyaknya like ataupun retweet yang mereka
dapat maka makin populer juga mereka diantara yang lainnya. Ketiga adalah satu
hal yang dipacu oleh poin kedua. Dengan populernya mereka di media sosial akan
timbulkah citra dari diri anak-anak dan remaja ini. Mereka berusaha mencetak
citra yang baik akan dirinya melalui media sosial. Namun tentunya citra yang
dihasilkan ini tentunya bukan citra yang sebenarnya. Perlu diingat bahwa pada
sebuah penelitian, penggunaan media sosial biasanya untuk menghindari rasa malu
untuk bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat. Bukan berarti jika
citra anak-anak dan remaja baik di media sosial, akan baik pula di realitanya.
Lebih buruknya lagi, regulasi dan aturan yang
ditetapkan oleh penyedia layanan media sosial yang rata-rata menetapkan usia
penggunanya harus berusia lebih dari 17 tahun kerap dilanggar. Wawancara yang
dilakukan penulis dengan beberapa guru SD dan SMP menemukan bahwa kebanyakan
siswa SD dan SMP sudah mahir dan terbiasa menggunakan media sosial. Meskipun
banyak orang yang menganggap hal ini merupakan persoalan yang wajar, apabila
tidak disikap dengan bijak maka media sosial dapat merubah sifat dan perilaku
siswa ke arah yang negatif.
Akibat negatif dari penggunaan media sosial yang
paling banyak menelan korban didunia adalah cyberbullying. Cyberbullying
dapat diartikan sebagai tindangan mengusik, menghina, mengejek, atau
menyudutkan seseorang memalui media teknologi komunikasi (dalam banyak kasus
melalui internet dan jaringan telepon genggam). Anak-anak dan remaja dapat
menjadi korban cyberbullying tanpa terkecuali. Salah satu kasus terkenal
tentang dampak cyberbullying adalah kasus Megan Meier yang bunuh diri karena
di-bully melalui media sosial MySpace. Tidak ada anak ataupun remaja
yang dapat kebal terhadap tindakan ini.
Cyberbullying berbeda dengan tindakan bully
biasa. Hal ini dikarenakan pelaku bully dapat menjadi apa saja tanda diketahui
identitas aslinya (anomim), karena mereka bersembunyi dibalik teknologi yang
digunakan. Pelaku bully juga dapat menjadi sangat liar dalam aksinya melakukan
bully dikarenakan korban tidak bisa memberikan respon secara langsung kepada
pelaku. Selain itu cyberbullying dapat menjadi sebuah virus karena dapat
didistribusikan memalui media internet yang dapat diakses oleh siapapun.
Korbanpun mungkin tidak mengetahui alasan mengapa dia menjadi seorang korban
karena dia tidak mengetahui siapa yang membullynya.
Korban dari cyberbullying lebih mendapatkan dampak
yang lebih berat karena cyberbully bukan menyerang fisik melainkan mental. Para
korban ini dapat menjadi depresi, terlalu larut dalam kesedihan, marah,
frustasi, takut, tidak percaya diri. Ciri-ciri yang mungkin ada pada anak atau
remaja yang terkena cyberbullying diantaranya,
- Secara mendadak berhenting menggunakan komputer (internet) dan perangkat mobile.
- Panik ketika menerima pesan baik melalui media sosial maupun perangkat mobile.
- Terlihat marah.
- Tiba-tiba menjadi tertutup dan tidak bercerita tentang aktifitas onlinenya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar